Puisi-puisi Tino Watowuan: dari Desir Kenangan di Pantai hingga Kentut
Desir Kenangan di Pantai
desir kenangan membasahi ingatan:
di pantai ini kami pernah belajar berenang
tak ada gemuruh takut yang melilit nadi
seorang melempar beberapa buah kelapa
ke tengah, semakin dalam
masing-masing berusaha meraihnya
ketika ombak hendak memukul kepala
ayo, selamlah lebih dalam, katanya
kini kepalaku berisi aroma hidup yang asin
dipenuhi dengan riak gelombang di dada
aku takut tak dapat berenang semeterpun
seketika bocah-bocah dari masa lalu
terbahak-bahak menertawai diriku sendiri
(Kb, 2022)
Perahu Lapuk
barangkali bak perahu lapuk
separuh kuncup layar gunjang
di lautan teramat asin
asa nan madu menjelma garam
di dasar kekata kuceburkan diri
dalam puisi yang basah
(Kb, 2022)
Elisabeth
sungai yang mengaliri sawah:
di tubuhku
untuk segala yang kusemai
bening, tak pernah kering
walau dilanda kemarau panjang
(Kb, 2022)
Kentut
tatkala badai hidup datang menggugat
ada sengketa hati dan logika
tak jarang mencipta sebuah kesangsian
kepada cinta yang paling hakiki itu
dan barangkali ini jawabannya:
saat mencium bau kentut di keramaian
kau mengais-ngais keberadaannya
namun tak kunjung temu
lalu mengapa kau yakin itu adalah kentut?
(Kb, 2022)
*)Tentang Penulis:
Tino Watowuan, lelaki Gemini yang susah tidur malam. Penikmat kopi, sepi, dan puisi. Lahir, tinggal, dan betah di kampung halamannya, Pajinian, Adonara Barat, Flores Timur, NTT. Belum lama ini belajar menjadi tukang pungut biji-biji kata.
Karya sastranya berupa puisi dan prosa pernah terbit di media online dan cetak. Buku kumpulan puisinya yang telah terbit berjudul “SMS untuk Tu(h)an” (Laditri Karya, Baturaja-Sumatra Selatan, 2021). Pusinya juga tergabung dalam buku “Sajak Terakhir” (Laditri Karya, Baturaja-Sumatra Selatan, 2020).