Sajak M Hidayat: dari Celurit Sakera hingga Air Mata Darah


Celurit Sakera

Sakera…
Kau beri isyarat tanya
Menyelipkan doa
Menembus kelamnya cita-cita

Pada madura
Kau lantakkan tanah
Membajak kerontang dada
Berkecai raga, berlumur darah

Pada lengkung tubuhmu
Kau hunjam otak dungu para serdadu
agar mereka tak menyerbu
dengan selempang hangat peluru

kau tak ragu tuk maju
terbakar dalam bara tungku
mengoyak daging selaksa dadu

namun, kau tak mau itu
tumbal seribu yang kau butuh
luluh dalam dekapan prabu
mengalir darah air mata ibu

kau bekaskan goresan sejarah yang suram
dalam kitaran cerlang lampu temaram
mengenang kisah pekat melebur hitam
di sini kau bubungkan sumpah

“maju tak gentar, membela yang benar”

Madura, 13 Maret 2020

Hikayat Daun Lontar; Pejabat

Kuciptakan bait ibah pada indonesia
Yang menjadi budak dari tuan serakah
Ia merangkul kekayaan alam segalanya
Menyisakan serakan sampah-sampah

Pejabat…
Kau sungguh bejat
Menyimpan tikus di kantor negara
Membiarkan ia berkeliaran kemana-mana

Pejabat…
Tikusmu rakus memakan hak kita
Hukum ia agar jera
Kurung ia dalam kelamnya penjara

Namun itu hanya khayal

Pejabat yang gagah
Tersimpuh lemah di dekapan cerlang uang
Hukum takut menegakkan tiang keadilan
Roboh dalam nikmatnya sogokan

Hanya secarik daun lontar yang kutuliskan
Sebagai sastrawan berwajah demonstran

Madura, 15 Maret 2020

Ibu Bangsa

Kau jahiti bangsa ini dengan benang tulus
Mengikat erat persatuan bangsa-bangsa
Dalam bendera pusaka

Kini, ia gagah berkibar pada pilar kebangsaan
Mengisyaratkan pada negara tetangga
Akan kemerdekaan

Ibu bangsa…
Perjuangan kami menghalau para penjajah
Tiada guna tanpa tangan kemulyaan
Yang rela menyulam cinta
Pada kain putih berpadu merah

Kau putri indonesia
Sungguh mulia
Kelihaianmu mencipta simbol-simbol bangsa

Madura, 16 Maret 2020

Pulau Garam I

Di haluan selat madura
Bumi menyimpan kekayaannya
Membumbui keasinan rasa
Menumpuk gundukan garam yang dirauk orang madura

Kulindungi ia
Pada plastik yang membungkusnya
Memanjakan lidah-lidah ibu rumah tangga
Akan masakan yang membutuhkan kelezatannya

Namun, sekarang rasa itu mulai tenggelam
Telah hilang dalam zaman

Madura, 17 Maret 2020

Pulau Garam II

Mengitari pijakan butir-butir garam
Tapak kakiku mulai gersang
Mengenang masa silam
Pada gembur tanah yang masih dikenang

Sulingan bambu yang menetralkan rasa masam
Tertuang pada bilahan bambu yang dijemur membentang
Mengeras hingga terkelupas membentuk kristal
Memancar cerlag impian

Annuqayah, 18 Maret 2020

Air Mata Darah

Kukucurkan air mata darah di negeri petaka
Pada kitaran gembur tanah Nusantara
Yang mana mata air kita meruah
Dari sejarah mengangkangi serakah

Walau air mata berdiri di kota-kota
Serpihan kertas tak ‘kan bisa
Lantaran, amir tak mau duka nestapa
Sebab ia berkacamata maya

Di bawah bendera pusaka
Kunyanyikan lara
Sorak-sorai rakyat jelata
Menyeruak di penjuru jazirah

Ia telan surga kami
Seraya tak peduli hati nurani
Merangkul mata air
Mengucap kata usir

Di sini langit berwajah geram
Memandangi air mata dendam

Ia tak ‘kan bisa lari
Dari dua bola mata ini
Mencoba pergi
Kan kaujumpai pijakan air mata diri

Kapankah air mata akan sudah

Madura, 14 Maret 2020

*M. Hidayat, santri Annuqayah Lubangsa. Mahasiswa INSTIKA Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Prodi ES, tempat kelahiran Jelbudan, Dasuk, Sumenep. Sekarang sedang berteduh di Gubuk Sastra Annuqayah (GSA). Ia aktif di Sanggar Kopi, Iksaputra. Bisa kunjungi penulis di Fb: hidayat ad-dasuki Email: hidayataddasuki@gmail.com.