Reformasi Pamekasan dan Pembangunan di Madura


Madura adalah sebuah pulau di timur Surabaya. Pulau tersebut meski hanya 1/25 Pulau Jawa, namun dalam perjalanan sejarah, khususnya tatkala kekuasaan Majapahit mulai surut terpecah dalam berbagai kerajaan kecil, menjadi sangat berarti dan berperan dalam sejarah kerajaan di Jawa. Ini karena orang Madura dikenal sebagai suku bangsa yang keras, berani, dan digdaya dalam berbagai pertempuran, sehingga sampai dengan kemerdekaan Republik Indonesia 1945, pasukan Madura sering digunakan Belanda bersama suku Ambon untuk ikut bertempur di Aceh, Batavia, Yogyakarta, Surakarta, maupun Jakarta hingga kawasan Jawa Timur.

Sekarang ini Madura terbagi dalam empat kabupaten; Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Dari empat Kabupaten itu, Sumenep merupakan wilayah terluas dan mempunyai sumber daya alam minyak bumi yang besar, tepatnya di Pulau Kangean.

Saya pernah mengunjungi keempat kabupaten tersebut. Suatu hari ketika saya masuk ke ruang kerja saya, saya melihat detik.com sedang mewawancarai Bupati Pamekasan, Badrut Tamam. Saya kemudian terlibat diskusi singkat dengan beliau. Saya sangat terkesan, karena tidak hanya muda (40 tahun), Bupati Badrut menurut saya memiliki visi jelas untuk mengembangkan Kabupaten Pamekasan. Saya kemudian diundang untuk memberikan ceramah ke Pamekasan. Kesempatan itu datang ketika saya menghadiri Hari Pers Nasional di Surabaya, 6-10 Februari 2019. Kesempatan itu saya gunakan untuk pergi ke Pamekasan.

Di depan camat, kades dan tokoh masyarakat saya menyampaikan pandangan saya tentang Pamekasan. Saya katakan, Pamekasan secara geografis mempunyai kelebihan dibanding tiga kabupaten lainnya karena lokasinya membelah Pulau Madura dari utara hingga selatan, sehingga setiap orang yang mau bepergian dari Bangkalan ke Sampang maupun Sumenep harus melewati Pamekasan. Saya katakan, Bupati Badrut Tamam mempunyai visi mengubah Pamekasan menjadi kabupaten unggulan karena mempunyai potensi lokasi strategis, dilewati lalu lintas barat dan timur Pulau Madura.

Selama dua jam berbicara dan berdialog, saya menemukan bahwa para camat, lurah, anggota DPD dan DPRD Pamekasan sangat antusias dan yakin bahwa di bawah pimpinan Badrut Tamam Pamekasan dapat berkembang lebih pesat. Faktanya, terbukti hanya dalam kurun waktu 47 hari setelah dilantik, Bupati Badrut dan jajarannya berhasil meresmikan “one stop service center” untuk segala keperluan administrasi masyarakat Pamekasan. Di antaranya perizinan usaha, pembayaran pajak daerah, pengurusan KTP, KK, maupun kegiatan administratif lainnya yang sebelumnya tersebar di berbagai kecamatan, kelurahan, maupun perwakilan daerah yang lain.

Atas prestasi berhasil membangun “one stop service center” ini, Bupati mendapat penghargaan MURI yang diserahkan secara langsung oleh Jaya Suprana selaku pendiri MURI. Tiga bulan setelahnya, Bupati Badrut juga mendapat penghargaan dalam mengajarkan penggunaan teknologi dalam proses pelayanan kepada masyarakat, yang ditandai dengan peluncuran “Pamekasan SMART”. Lewat aplikasi tersebut setiap orang bisa mendapat pelayanan sempurna tanpa harus melewati jalur birokrasi yang sebelumnya berlaku. Dengan i-Lorong misalnya, masyarakat cukup memfoto jalan yang rusak dan dikirim ke Pamekasan SMART, yang kemudian langsung membuat dinas terkait bergerak cepat memperbaiki jalan yang harus diperbaiki.

Menurut Bupati Badrut Tamam, menerapkan sistem e-birokrasi terbukti lebih efektif untuk menjadikan Pamekasan sebagai kabupaten yang cepat untuk mendapat pelayanan serta berdaya saing dengan kabupaten maju lainnya di Indonesia. Pamekasan sendiri mempunyai sumber daya alam yang cukup, di antaranya tembakau, garam, dan tambak udang, pertanian padi dan palawija, batu gamping dan batik. Kerajinan batik terpusat di Desa Paseseh.

Saya melihat bahwa hampir seluruh penduduk desa itu pandai membatik. Keseluruhannya batik tulis, tidak ada batik cap. Karena telah terlatih, terbiasa selama puluhan tahun, produksi batik halusnya terbaik di Indonesia. Batik Madura juga memiliki keunikan warna maupun coraknya. Kelebihannya adalah dalam detail, karena setiap kain batik didesain hingga sangat detail, rata-rata prosesnya selesai lewat pekerjaan tulis selama 2-3 bulan. Untuk jenis batik tulis yang “masterpiece” diperlukan waktu 1-2 tahun untuk menyelesaikan sepotong kain batik tulis premium. Harganya pun mahal dibanding dengan batik-batik lainnya di Indonesia; paling murah Rp 500 ribu per lembar, dan paling mahal antara Rp 25-50 juta per lembar.

Di desa ini ada kelompok-kelompok usaha batik yang masing-masing memiliki ciri dan motif yang berbeda. Tak heran desa ini menjadi tempat wisata bagi peminat batik untuk berbelanja. Umumnya mereka datang dari Jawa Timur, maupun daerah-daerah yang lain. Desa Paseseh saat ini sedang menjalankan sistem perdagangan e-commerce untuk mempermudah penjualan kepada peminat batik ke daerah-daerah di luar Madura.

Selain batik, mereka juga beternak sapi. Sapi menjadi andalan di samping batik. Sapi menjadi deposito hidup buat keluarga desa ini, karena untuk membayar uang sekolah mereka cukup menjual seekor sapi, untuk pesta pernikahan mereka menjual 10 ekor sapi, untuk menjalankan ibadah haji mereka bisa menjual 15 ekor sapi dengan harga tinggi, karena sapi Pamekasan adalah yang terbaik di Madura.

Hanya dalam kurun waktu enam bulan sejak Bupati dilantik, Pamekasan telah ber-“reformasi” dari kabupaten yang berbasis birokrasi dan sistem usaha tradisional, menjadi kabupaten yang berbasis e-birokrasi dan e-commerce usaha kelompok tani, ternak, perdagangan, pariwisata dan dunia usaha lainnya. Pamekasan bisa menjadi model dari konsep pembangunan Pulau Madura ke depan. (*)

*Ishadi SK, Komisaris Transmedia.


Artikel ini telah tayang di detik.com, Rabu, 20 Februari 2019.