Tembakau Madura


DAUN
emas, begitulah masyarakat madura memberikan istilah terhadap varietas pertanian tembakau di beberapa kabupaten di Madura. Istilah itu tidak muncul begitu saja, sebab dengan bertani tembakau, konon masyarakat Madura yang bertani tembakau akan mendapatkan hasil panen yang melimpah.

Dengan demikian, maka tidak keliru ketika tembakau diistilahkan sebagai daun emas oleh masyarakat setempat. Sebab ketika tembakau telah usai dipanen, budaya masyarakat setempat akan membelanjakan uang hasil panen tembakaunya untuk membeli emas.

Puncak kejayaan daun emas pun kini berangsung menurun. Petani menyebut jika kejayaan petani tembakau terjadi sebelum krisis moneter menerpa Indonesia atau sekitar tahun 1980 hingga 1997. Namun kejayaan itu kini perlahan semakin menurun seiring dengan perkembangan zaman.

Masalah yang muncul pun semakin kompleks. Bahkan, beberapa musim lalu, petani tembakau mengalami kerugian. Penyebabnya pun beragam, namun faktor yang paling dominan adalah karena kondisi alam. Selain itu, peran tengkulak yang melkukan pembelian secara semena-mena juga turut menjadi masalah bagi para petani tembakau.

Tahun 2018 ini, petani tembakau bisa bernafas lega. Didukung dengan kondisi kemarau, kualitas tanam tembakau menjadi baik. Hal itu berdampak pada harga tembakau yang tinggi dan sangat cocok dengan sebutan daun emas.

Meski demikian, bukan berarti musim panen tembakau kali ini bebas dari masalah. Pengambilan sampel tembakau rajangan yang lebih dari ketentuan saat akan dijual ke gudang masih menjadi fobia. Bagaimana tidak demikian, pengambilan sampel tembakau rajangan menurut aturan tidak boleh lebih dari 1 kg. Praktek di lapangan tentu jauh berbeda dari aturan. Itu sebabnya pengambilan sampel sempat dikeluhkan.

Selain masalah itu, seruan dan iklan pemerintah untuk tidak merokok juga menjadi masalah tersendiri bagi para petani. Seakan dilematis, sehingga membuat para petani tembakau khususnya di Pulau Madura nasibnya menjadi tak menentu.

Bagi para petani tembakau, daun emas adalah penghasilan terbaik mereka dalam bekerja. Varietas pertanian selain tembakau tidak jauh menguntungkan bagi petani jika kemudian perlu dibandingkan. Maka, bagaimanapun keadaanya, petani tembakau akan selalu antusias menanam tembakau karena hasilnya lumayan besar ketimbang varietas pertanian lainnya.

Selain soal keuntungan, tembakau Madura menurut data juga digunakan sebagai bahan utama pembuatan rokok pabrikan di tanah air. Sebagaimana ditulis Drs. KH. Kholilurrahman dalam bukunya yang berjudul ‘Tembakau Madura, Tantangan dan Prospek’ menyebutkan jika tembakau Madura digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan rokok sigaret kretek.

Lebih lanjut, menurut buku itu, porsentase tembakau Madura yang digunakan dalam racikan sigaret kretek berkisar antara 14 hingga 22 persen. Dengan demikian, pabrik rokok terutama sigaret kretek mengandalkan tembakau madura sebagai bahan baku utamanya.

Besar kemungkinan jika bahan baku utama tidak bagus dan memiliki kualitas yang baik, tentu akan mempengaruhi kualitas dari rokok sigaret kretek yang beredar luas di tanah air saat ini.

Diketahui, cukai rokok juga menyumbangkan banyak pemasukan terhadap keuangan negara. Berdasarkan angka yang dilansir Tirto.id, pada 2016 lalu, penerimaan negara dari cukai tembakau sebesar Rp 137,94 triliun. Nilai ini setara dengan 96,11 persen dari total penerimaan cukai dan 8,87 persen dari penerimaan negara.

Iklan bahaya merokok yang dikampanyekan pemerintah karena berkaitan dengan kesehatan memang baik. Namun, pemerintah juga sangat diuntungkan oleh pajak rokok yang mereka kampanyekan dengan seruan untuk berhenti merokok itu.

Selain negara, sudah banyak para insinyur, sarjana, dan bahkan doktor yang biaya studi mereka itu digratiskan oleh program Corporate Sosial Responsibility (CSR) dengan memberikan beasiswa penuh bagi manusia yang berprestasi untuk membangun Indonesia. (*)

*Ahmad Fairozi, pendiri yang sekaligus Ketua Rumah Baca Indonesia (Rumah Baca ID).