Ini Hukum Hormat Bendera Merah Putih


Pertanyaan

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masa’il NU Online yang saya cintai. Saya mendengar seorang ustadz mengharamkan penghormatan kepada bendera merah putih. Menurutnya, penghormatan kepada selain Allah SWT dapat membawa kemusyrikan. Hal ini juga dilakukan sebagian sekolah. Mereka tidak melakukan upacara bendera merah putih itu. Mohon penjelasannya, terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Nurdin/Sumedang)

Jawaban
Assalamu ’alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah selalu menurunkan rahmat-Nya kepada kita semua. Sebagai Muslim, kita diperintahkan untuk menjaga keyakinan kita dengan mengesakan Allah SWT. Karenanya kita diharamkan untuk melakukan segala bentuk praktik penyembahan kepada selain-Nya.

Adapun perihal penghormatan pada bendera dan simbol kenegaraan lainnya tidak bisa dianggap sebagai bentuk penyembahan kepada makhluk-Nya. Karena penghormatan kepada bendera atau simbol kenegaraan lainnya merupakan bentuk ungkapan rasa cinta dan ungkapan semangat menjaga tanah air.

Penghormatan terhadap bendera itu bukan karena zat bendera itu sendiri, tetapi lebih pada mengenang mereka yang berkorban untuk kedaulatan suatu tanah air. Jadi bentuk penghormatan kepada bendera sama sekali berbeda dengan penghormatan dalam arti penyembahan. Penghormatan bendera ini sama persisi dengan kita menghormati orang alim, orang saleh, orang tua, dan orang-orang yang ramah.

Untuk membangkitkan semangat berjuang, Rasulullah SAW sendiri menggunakan panji-panji di sejumlah peperangan. Berikut ini riwayat Anas bin Malik RA.

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال قال النبي صلى الله عليه وسلم أخذ الراية زيد فأصيب ثم أخذها جعفر فأصيب ثم أخذها عبد الله بن رواحة فأصيب وإن عيني رسول الله صلى الله عليه وسلم لتذرفان ثم أخذها خالد بن الوليد من غير إمرة ففتح له

Artinya, Dari Anas RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW menceritakan bagian dari perang Mu’tah, “Panji perang dipegang oleh Zaid, lalu ia gugur. Panji perang kemudian diambil alih oleh Ja‘far bin Abi Thalib, ia pun kemudian gugur. Panji diraih oleh Abdullah bin Rawahah, ia pun gugur [sampai di sini kedua mata Rasulullah SAW berlinang air mata, kata Anas]. Panji perang lalu diambil Khalid bin Walid dengan inisiatifnya. Ia maju menghantam pasukan musuh hingga mereka takluk di tangannya,” (HR Al-Bukhari).

Sekali lagi bendera ini bukan perihal baru. Ini bahkan sudah menjadi tradisi masyarakat Arab sebelum Islam. Tradisi bendera sebagai salah satu alat efektif untuk mengobarkan semangat masyarakat demi menjaga kedaulatan tanah air digunakan oleh Rasulullah SAW. Keterangan Ibnu Hajar Al-Asqalani berikut ini dapat membantu kejelasan masalah.

وكان النبي صلى الله عليه و سلم في مغازيه يدفع إلى رأس كل قبيلة لواء يقاتلون تحته

Artinya, “Rasulullah SAW dalam sejumlah peperangannya memberikan panji-panji kepada setiap pemimpin kabilah. Di bawah panji itu mereka berperang membela keadilan dan kedaulatan,” (Lihat Ibu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari, Beirut, Darul Ma’rifah, Tahun 1379, Juz 6, Halaman 127).

Berikut Tafsir Darul Islam Menurut NU

Kalau penghormatan bendera itu dipahami sebagai bentuk ungkapan cinta dan semangat menjaga tanah, maka tidak satu pun dalil yang secara spesifik mengharamkan praktik ini. Dan semua larangan sudah disebutkan secara spesifik oleh Allah. Dalam firman-Nya Allah menegaskan sebagai berikut.

وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ

Artinya, “Sungguh, Dia telah menerangkan dengan rinci apa saja yang Dia haramkan kepadamu,” surat Al-An‘am ayat 119.

Dua hadits berikut ini dapat memperkaya pemahaman terhadap Surat Al-An‘am ayat 119 di atas. Berikut ini sabda Rasulullah yang menyatakan bahwa segala sesuatunya baik kewajiban maupun larangan telah dijelaskan.

وقد صح عن النَّبي صلى الله عليه وسلم من حديث أبي ثعلبة الخشني، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “إن الله فَرَض فَرَائِض فلا تُضَيِّعُوها، وحَد حُدُوداً فلا تَعْتَدُوهَا، وَنَهَى عن أَشْيَاء فلا تَنْتَهِكُوها، وسكت عن أشياء رَحْمَة لَكُم غَيْر نِسْيَان فلا تَبْحَثُوا عنها”

Artinya, Dari Abu Tsa‘labah Al-Khasyani, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh, Allah telah menetapkan sejumlah kewajiban. Jangan kalian sia-siakan. Dia juga telah menetapkan batasan-batasan. Jangan kalian melewatinya. Dia juga telah melarang beberapa hal. Jangan kalian melanggarnya. Ia juga diam terhadap sejumlah hal karena kasih-sayang-Nya terhadap kalian, bukan karena lupa. Karenanya jangan kalian mengungkitnya lagi,” (HR Daruquthni).

Sementara hadits berikut ini hampir serupa maknanya dengan sabda Rasulullah SAW sebelumnya.

وقد جاء عن النَّبي صلى الله عليه وسلم بإسناد جيد من حديث سلمان رضي الله قال: سئل النَّبي صلى الله عليه وسلم عن أَشْيَاء فقال: “الحَلاَل ما أحَلَّه الله، والحَرَام ما حَرمَ الله، ومَا سَكَتَ عَنْه فهو مِمَّا عَفَا عَنْه”

Artinya, Dari Salman RA, ia berkata bahwa ketika ditanya beberapa masalah, Rasulullah SAW menjawab, “Apa saja yang halal sudah dijelaskan Allah. Apa saja yang haram juga sudah disebutkan oleh-Nya. Apa saja yang tidak dijelaskan Allah SWT itu termasuk dari anugerah pengampunan-Nya,” (HR At-Tirmidzi).

Syekh Ahmad bin Syekh Hijazi Al-Fasyani dalam mensyarahkan 40 kumpulan hadits Imam An-Nawawi (Al-Arbain An-Nawawiyah) menjelaskan hadits Daruquthni sebagai berikut.

لأن البحث عنها قد يكون سببا لنزول التشديد فيها بإيجاب أو تحريم وقد صح هلك المتنطعون والمتنطع البحاث عمالايعنيه

Artinya, “Karena mengungkit perkara yang tidak dipermasalahkan oleh Allah SWT kerap menyebabkan datangnya kesulitan dalam bentuk kewajiban maupun keharaman. Tidak heran kalau Rasulullah SAW dalam sabdanya mengatakan, ‘Celakalah mereka yang memfasih-fasihkan bicara dengan memutar lidah.’ Mereka itu adalah orang yang mempermasalahkan perkara yang tidak perlu,” (Lihat Syekh Ahmad bin Syekh Hijazi Al-Fasyani, Al-Majalisus Saniyyah fil Kalam alal Arba‘in An-Nawawiyyah, Halaman 93, Al-Haramain, Singapura-Jeddah-Indonesia).

Dari sejumlah keterangan di atas kita dengan jelas dapat memahami bahwa penghormatan pada bendera sebagai wujud cinta dan pembelaan terhadap tanah air tidak masalah secara agama dan tidak perlu dipermasalahkan.

Adapun penghormatan kepada makhluk diboleh sebatas tidak dalam bentuk penyembahan ketuhanan. Rasulullah SAW menaruh hormat dan takzim luar biasa kepada pamannya, Abbas bin Abdul Muthallib seperti keterangan Aisyah RA dalam riwayat Ahmad dan Al-Hakim.

أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ لَقَدْ رَأَيْتُ مِنْ تَعْظِيمِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَمَّهُ أي العباس أَمْرًا عَجِيبًا

Artinya, “Siti Aisyah RA mengatakan, ‘Aku melihat bagaimana Rasulullah SAW begitu luar biasa menghormati pamannya [Sayyidina Abbas RA],’” (HR Ahmad dan Al-Hakim).

Dalam konteks ini, kami menyimpulkan bahwa penghormatan bendera merah putih saat upacara tidak ada masalah dari segi hukum agama. Bendera merah putih sebagai simbol kenegaraan sudah sepatutnya dihargai oleh warga negara Indonesia. Sama halnya dengan warga negara lain, mereka harus menghormati simbol-simbol kenegaraan yang berlaku di daerahnya masing-masing. Penghormatan untuk tanah air ini sama nilainya dengan penghormatan terhadap orang tua karena setiap kita berhutang budi kepada orang tua dan tanah air. Anugerah keduanya patut disyukuri.

Yang perlu diwaspadai dalam hal ini chauvinisme, primordialisme, dan sektarianisme. Yang harus dikembangkan adalah semangat nasionalisme, sebuah semangat rasa cinta, menjaga, melindungi, merawat, dan mensyukuri tanah air serta para pahlawan yang telah memberikan banyak pengorbanan untuk anak bangsa Indonesia selanjutnya.

Cikal-bakal Lahirnya NU Berawal dari Langgar Ini

Saran kami, cinta dan jagalah tanah air yang kedaulatannya telah diperjuangkan para pahlawan terdahulu dari tangan penjajah. Syukurilah suasana kemerdekaan ini. Hormatilah simbol-simbol negara termasuk bendera merah putih. Doakanlah para pemimpin bangsa ini agar bekerja dengan baik sesuai dengan UU yang berlaku.

Sebagai masukan, kami sarankan untuk tidak mempermasalahkan hormat bendera ini dari sudut pandang agama. Tetapi baiknya kita berupaya secara kreatif dan mengejar prestasi mengisi suasana merdeka untuk kemaslahatan bersama.

Demikian jawaban singkat yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb.


Sumber: NU Online
Terbit: Rabu, 17 Agustus 2016
Editor: Ahmad Fairozi