Bahaya Saling Tuduh Menuduh


Oleh: Prof. H. Imam Suprayogo*

Pada akhir-akhir ini, kita bangga bahwa demokrasi di Indonesia semakin berkembang. Para pemimpin dipilih langsung oleh rakyat. Tampak bahwa rakyat semakin berdaulat, setidaknya di dalam memilih pemimpinnya. Namun, dibalik kebanggaan itu, ternyata juga menyimpan persoalan yang sebenarnya sangat memprihatinkan, yaitu bahwa saling tuduh menuduh, serang menyerang, dan jatuh menjatuhklan dianggap hal biasa.

Dalam komunitas apapun, para pemimpin tidak boleh menjadi sumber kegelisahan rakyatnya. Sekalipun cita-cita kemakmuran belum dapat diraih sepenuhnya, tetapi rasa aman, damai, dan tenteram seharusnya dapat dipenuhi. Kemakmuran penting, tetapi kedamaian jauh lebih penting dari segalanya. Bahkan kemakmuran boleh diabaikan jika hanya mendatangkan pertikaian.

Banyak keluarga dan atau bahkan komunitas ketika berhasil meraih kemakmuran justru menjadi konflik, saling menjatuhkan, dan menyerang untuk memperebutkan hasil kemakmurannya itu. Suasana aman, damai, selamat, sebenarnya jauh lebih penting dibanding hanya sekedar makmur. Oleh karena itu, seseorang jika bertemu bukan menanyakan kemakmurannya, melainkan keselamatannya. Selamat atau damai lebih penting dibanding makmur.

Demokrasi sebenarnya dimaksudkan adalah agar terjadi keselamatan dan kedamaian bagi seluruh rakyat. Melalui demokrasi diharapkan agar tidak ada orang atau sekelompok orang yang merasa ditinggalkan, dan apalagi didiskriminasi atau diperlakukan secara tidak adil. Itulah sebabnya, siapapun sepanjang memiliki hak-hak sebagai warga negara dihormati dengan cara diikutkan berpartisipasi, di antaranya, memilih siapa yang dikehendaki menjadi pemimpinnya.

Demokrasi dipandang sebagai pilihan terbaik, hendaknya tidak membawa dampak buruk, yaitu terjadi saling jatuh menjatuhkan, rasa dendam, perpecahan, saling serang menyerang, konflik, dan sejenisnya, baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Munculnya istilah saling mengkriminalkan pada akhir-akhir ini adalah bisa jadi berawal dan atau bahkan sebagai akibat dari perebutan kekuasaan, pengaruh, dan semacamnya itu.

Masyarakat selalu menginginkan agar para pemimpin selalu menjadi contoh, mengayomi, memberikan rasa aman, dan ketenteraman bagi rakyat yang dipimpinnya. Seseorang dan atau sekelompok orang akan dipercaya berhasil menunaikan tugas dan atau amanah itu bilamana yang bersangkutan menjalankan dan mengalaminya sendiri. Tidak akan mungkin bagi siapapun yang sehari-hari hidupnya terancam, dan apalagi terlibat konflik mampu menciptakan kedamaian dan rasa aman bagi orang lain dan apalagi masyarakat yang berjumlah banyak.

Oleh karena itu, kemungkinan terjadinya suasana konflik dan atau apa saja namanya yang melibatkan para elite seharusnya dihindari dan apalagi yang bersifat terbuka. Tuduh menuduh, saling merendahkan, menyalahkan orang lain dan lebih-lebih mengkriminalkan, semua itu sebenarnya adalah hal yang membahayakan bagi kehidupan bersama. Fungsi dan peran para elite, pada masyarakat modern sekalipun, bukan sebatas membagi dan mengatur sumber-sumber potensi dan kekayaan untuk kehidupan bersama, melainkan sekaligus adalah memberikan tauladan, contoh, rasa aman, dan kedamaian.

Sehari-hari para elite menyebut dan menyeru tentang betapa pentingnya kerukunan dan kedamaian. Seruan itu menjadi relevan manakala para elite sendiri terlebih dahulu dapat mewujudkannya sendiri. Saling tuduh menuduh, menganggap orang lain salah, dan memandang dirinya sendiri yang benar adalah sikap yang membahayakan. Sikap yang demikian itu tidak akan pernah menyelesaikan masalah, oleh karena akan diikuti oleh rasa dendam dan saling membalas. Oleh karena itu, bagi siapapun yang merasa sedang menjadi elite bangsa, dituntut agar mampu melahirkan rasa aman, damai, selamat, dan bukan sebaliknya, yaitu suasana gaduh dan gelisah, misalnya. Wallahu a’lam…

*Guru Besar UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.


Note: Artikel ini diambil dari Facebook pribadi Prof. H Imam Suprayogo, dimuat pada 6 Maret 2017. Diterbitkan ulang untuk tujuan pendidikan.